
DPR RI saat ini tengah menggodok Rancangan Undang-Undang (RUU) Komoditas Strategis. RUU Komoditas Strategis bertujuan mengatur tata kelola dan tata niaga komoditas mulai dari hulu hingga hilir.
Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Sofwan Dedy Ardyanto menjelaskan rancangan beleid ini akan mencakup sektor pertanian, perkebunan, hingga perindustrian, serta berfokus untuk membatasi aktivitas impor.
Sofwan menegaskan, bahwa RUU Komoditas Strategis harus berpihak pada rakyat, terutama para petani.
Dia juga mensoroti, kondisi industri tembakau yang saat ini tengah diambang kehancuran akibat sikap pemerintah mengesahkan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dan berdampak pada situasi industri hasil tembakau dalam negeri.
"Kondisi industri tembakau Indonesia saat ini lemah dan tidak lagi berpihak kepada petani tembakau," kata Sofwan Dedy Ardyanto di Gedung DPR RI, Senin (8/9).
Lebih jauh, politikus PDIP dari Daerah Pemilihan Temanggung itu berharap, RUU Komoditas Strategis harus bisa membangkitkan industri tembakau Indonesia di masa depan.
"Ini pasarnya jelas. Incomenya jelas, tapi kita kemudian harus meratifikasi FCTC yang membuat sekarang industri tembakau perlahan-lahan ini melemah ototnya," ujar Sofwan.
Dia menilai industri tembakau saat ini memprihatinkan. Dia mencontohkan ada satu gudang rokok di dapilnya Temanggung, Jawa Tengah tak lagi membeli tembakau dari para petani dalam dua tahun terakhir. Padahal, gudang rokok itu belanja tembakau dari petani hingga Rp1,2 triliun per tahun.
Petani tembakau sudah tak lagi berpikir untuk menanam tembakau karena sikap pemerintah. "Jadi petani tembakau kita hari ini sudah pada level hopeless dan itu terjadi akibat regulasi kita sendiri," katanya.
Ironi kedua, Indonesia merupakan negara keempat produsen tembakau terbesar di dunia. Namun, Indonesia justru mengimpor tembakau sebesar 44.000 ton dari China berdasarkan data BPS 2023.
Padahal, industri tembakau sudah menyerap jutaan pekerja. Jumlah pekerja dari sektor industri hasil tembakau mencapai 5,9 juta orang. Sekitar 2,5 juta petani tembakau berproduksi di tiga provinsi yakni Jawa Timur, NTB, dan Jawa Tengah.
Padahal, lanjut politikus PDIP ini, Indonesia mendapat keuntungan dari cukai rokok mencapai Rp216 triliun. Angka ini lebih besar daripada deviden BUMN yang ditarget mencapai Rp203,09 trilun pada 2025. Selain itu, Indonesia juga mendapat keuntungan dari pajak industri rokok mencapai Rp22,98 triliun.
Sofwan mengingatkan industri tembakau tidak hanya soal rokok. Tembakau dapat digunakan untuk kepentingan fitopatologi dan nutrisi. Kemudian, limbah selulosa bisa untuk limbah olahan.
Karena itu, dia berharap RUU Komoditas Strategis bisa menjadi solusi atas masalah industri tembakau saat ini.
"Harapan saya adalah RUU ini bisa kembali membangkitkan potensi industri hasil tembakau di Indonesia," ujarnya. (E-4)