Badan Karantina Indonesia (Barantin) membuka skema kerja sama perdagangan baru dengan Australia melalui penerapan konsep pre-border dan penguatan sistem biosekuriti untuk kegiatan ekspor-impor.
Kepala Barantin, Sahat Manaor Panggabean, mengatakan kedua negara sepakat memperkuat harmonisasi sistem karantina, riset bersama, hingga peningkatan kapasitas sumber daya manusia.
“Ini merupakan proses yang panjang. Banyak hal yang kami bicarakan, tapi semuanya dipayungi oleh implementasi konsep biosekuriti,” ujar Sahat dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Jumat (1/8).
Konsep pre-border memungkinkan seluruh proses karantina dilakukan di negara asal sebelum produk dikirim ke Indonesia. Dengan skema ini, barang yang masuk sudah dipastikan bebas dari hama atau penyakit.
Sementara itu, biosekuriti merupakan sistem pengendalian risiko yang bertujuan melindungi sumber daya hayati domestik dari ancaman organisme pengganggu. Konsep ini mencakup penguatan laboratorium, sistem deteksi, serta penegakan kepatuhan dalam rantai pasok.
“Saya ingin semua tindakan karantina itu selesai di negara asal. Jadi tidak perlu saat sampai di Indonesia baru diperiksa dan ketemu penyakit ABCD. Itu tidak ideal,” ucap Sahat.
Dalam kerja sama ini, dokumen karantina juga akan dilakukan secara elektronik untuk meningkatkan traceability sekaligus menekan biaya logistik dan demurrage.
Ekspor Manggis ke Australia
Kerja sama Indonesia-Australia ini tidak hanya menyangkut impor gandum. Barantin juga membuka akses ekspor manggis Indonesia ke Australia menggunakan skema pre-border dengan standar biosekuriti yang disepakati kedua negara.
“Ada dua komoditas yang disepakati: gandum dari Australia ke Indonesia, dan manggis dari Indonesia ke Australia, dengan syarat-syarat teknis yang sudah dibahas,” jelas Sahat.
Ke depan, sistem ini akan diperluas ke komoditas lain. “Kami akan terus kembangkan untuk komoditi-komoditi lainnya,” tambahnya.
Sahat menyebut, langkah ini juga menandai transformasi layanan karantina Indonesia yang kini memanfaatkan sertifikat elektronik, sejalan dengan standar internasional yang telah disampaikan ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
“Indonesia sudah memperbaiki diri, mempercepat layanan, dan membangun sistem traceability melalui sertifikasi elektronik,” katanya.