
PUASA intermiten atau intermittent fasting adalah pola makan dengan membatasi waktu makan hanya pada jam-jam tertentu. Cara ini dapat mendukung penurunan berat badan karena saat tubuh tidak mendapat asupan makanan dalam waktu lama, cadangan lemak akan digunakan sebagai sumber energi. Selama berpuasa, disarankan tetap mengonsumsi air putih atau minuman bebas kalori lainnya.
3 Metode Puasa Intermiten
Adapun tiga metode umum dalam menjalani puasa intermiten:
- Puasa dengan jendela waktu tertentu, yaitu membatasi semua waktu makan hanya dalam rentang tertentu, misalnya melewatkan sarapan lalu hanya makan antara pukul 10 pagi dan 6 sore.
- Puasa selang-seling dilakukan dengan berpuasa setiap dua hari sekali, di mana satu hari makan normal dan hari berikutnya membatasi asupan kalori secara ketat.
- Metode 5:2 melibatkan berpuasa dua hari dalam seminggu, sementara lima hari lainnya tetap mengonsumsi makanan seperti biasa.
Manfaat bagi Jantung dan Kesehatan
Makan dalam rentang waktu yang lebih pendek berarti Anda mengonsumsi lebih sedikit kalori. Mengurangi kalori dapat menyebabkan penurunan berat badan. Dan bagi orang yang kelebihan berat badan atau obesitas, mencapai indeks massa tubuh (IMT) yang sehat dapat memberikan banyak manfaat bagi kesehatan jantung.
Menurut Julia Zumpano, RD, LD, selaku ahli diet menyatakan bahwa kebanyakan orang justru mengalami penurunan rasa lapar dengan jenis puasa tertentu. Ini terjadi karena puasa memengaruhi hormon yang mengatur rasa lapar, sehingga mengubah sinyal lapar tubuh.
Manfaat lainnya bagi kesehatan jantung:
- Penurunan berat badan
- Menurunkan resistensi insulin (penyebab diabetes)
- Menurunkan gula darah
- Mengurangi peradangan (yang menurunkan risiko terhadap kondisi seperti penyakit arteri koroner dan diabetes)
- Menurunkan tekanan darah
- Menurunkan trigliserida (lemak dalam darah)
Apakah Berisiko?
Penelitian awal yang dipresentasikan pada konferensi American Heart Association 2024 menunjukkan bahwa membatasi waktu makan hingga delapan jam atau kurang per hari memiliki efek jangka panjang. Orang yang menerapkan pola ini ternyata memiliki risiko kematian akibat penyakit kardiovaskular yang lebih tinggi.
Sebagai permulaan, peserta survei hanya melaporkan waktu makan mereka beberapa kali selama periode delapan tahun, dan survei tersebut juga tidak memperhitungkan jenis makanan maupun faktor gaya hidup lain yang memengaruhi kesehatan jantung, seperti aktivitas olahraga dan kebiasaan sehat lainnya.
Studi tersebut tidak membuktikan adanya hubungan sebab-akibat. Untuk menilai efek jangka panjang, idealnya penelitian dilakukan pada sekelompok orang yang secara sengaja menjalani puasa intermiten dengan pemantauan atau pengendalian asupan makanan mereka, termasuk makanan yang mendukung kesehatan jantung. Dengan cara ini, hasil penelitian dapat dievaluasi secara lebih akurat. Namun, hingga kini penelitian berkualitas tinggi mengenai puasa intermiten dengan pendekatan tersebut masih belum dilakukan.
Secara keseluruhan, efek jangka panjang puasa intermiten pada kesehatan jantung masih perlu diteliti lebih mendalam. Meski begitu, dengan adanya banyak bukti mengenai manfaat puasa, ini bisa dipertimbangkan sebagai salah satu cara untuk mendukung kesehatan jantung.
Dr. Parveen Garg, MD, spesialis penyakit kardiovaskular menyatakan, ada beberapa kelompok yang tidak dianjurkan melakukan intermittent fasting:
- Orang lanjut usia
- Sedang hamil atau menyusui
- Memilki gula dan tekanan darah rendah
- Anak-anak yang masih dalam pertumbuhan
- Penderita diabetes
- Orang dengan kondisi kronis yang memengaruhi jantung, ginjal, dan hati
- Menderita gangguan makan
Puasa ini tidak selalu sesuai untuk setiap orang karena terdapat berbagai jenis metode yang dapat dipilih. Oleh karena itu, penting untuk berkonsultasi dengan ahli gizi atau tenaga kesehatan terlebih dahulu guna menentukan apakah puasa tersebut boleh dilakukan serta jenis puasa apa yang paling sesuai dengan kondisi masing-masing individu. (keckmedicine/health.clevelandclinic/Z-2)