Ono Sarwono Penyuka Wayang(MI/Seno)
MENTERI Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan banyak generasi muda kita saat ini mengalami gangguan kesehatan jiwa atau mental. Masalah mental, katanya, under-detected atau terabaikan, padahal risikonya amat serius.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mental itu bersangkutan dengan batin dan watak. Seseorang disebut sehat mental jika sadar dengan kemampuannya sendiri dan mampu mengatasi tekanan serta bekerja produktif.
Ditegaskan bahwa kesehatan mental merupakan investasi penting bagi masa depan bangsa. Generasi muda yang sehat mentalnya berkontribusi secara optimal dalam pembangunan negara. Oleh karena itu, kesehatan mental harus terus dijaga.
DIBAWA KE KAHYANGAN
Dalam cerita wayang, salah satu kisah yang menggambarkan tentang pentingnya pembangunan watak yang menjamin generasi muda sehat mental terceritakan pada diri Gatotkaca. Kesatria yang dipersiapkan melanjutkan cita-cita mulia Pandawa.
Gatotkaca ialah putra Werkudara, panenggak (anak kedua) Pandawa, dengan Dewi Arimbi dari Pringgondani. Ketika lahir, anak itu diberi nama Tetuka. Tidak seperti bayi lain, ketika itu tali pusarnya tidak bisa diputus dengan alat apa pun.
Kondisi itu membuat orangtua bayi prihatin, termasuk keluarga besar Pandawa. Namun, kehadiran Kresna yang datang menjenguk bersama kakanda, Baladewa, membawa solusi. Arjuna diminta mencari pusaka pemutus tali pusar.
Arjuna tanggap pesan tersirat dari perintah Kresna yang sejatinya titisan Bathara Wisnu. Dari getaran nuraninya, panengah Pandawa itu lalu pergi ber-lelana brata di hutan disertai Panakawan. Di belantara itu, Arjuna bertemu dengan Bathara Narada.
Paranpara Kahyangan itu memerintahkan Arjuna merebut pusaka Kuntawijaya yang berada di tangan Karna, Senapati Astina rezim Kurawa. Sebenarnya, Narada diutus oleh Raja Kahyangan Bathara Guru memberikan pusaka tersebut kepada Arjuna.
Namun, Narada keliru memberikan kepada Karna yang sedang bertapa di hutan yang dikiranya Arjuna. Kekeliruan itu mungkin karena perawakan dan ketampanan Karna yang tidak berbeda jauh dengan Arjuna. Keduanya memang saudara lain ayah.
Maka itu, terjadilah perkelahian antar-anak Kunti itu. Akhirnya Arjuna hanya mampu memegang warangka (sarung)-nya Kuntawijaya, sedangkan pusaka tetap berada dalam genggaman Karna. Narada menasihati Arjuna legawa karena itu kodratnya.
Sesaat kemudian, Arjuna bersama Narada dan Panakawan menuju ke Kesatrian Jodipati, tempat tinggal Werkudara-Arimbi. Sarung pusaka lalu bisa digunakan untuk memutus tali pusar Tetuka. Ajaibnya, benda itu menyatu dalam perut bayi.
Peristiwa itu membuat keluarga Pandawa dan semua tamu yang hadir lega dan bersyukur. Di luar dugaan, tiba-tiba Narada meminta kepada Pandawa, terutama Werkudara dan Arimba, agar merelakan Tetuka dibawa ke Kahyangan.
Narada menjelaskan bahwa Kahyangan sedang mendung terancam oleh raksasa Sekipu utusan Kala Pracona dari Kerajaan Gilingwesi yang bermaksud melamar Bathari Supraba. Menurut wangsit, Tetuka yang dapat menyelamatkan Kahyangan.
Semula Werkudara-Arimbi keberatan, tapi Kresna membesarkan hati adiknya itu agar tidak khawatir karena tidak akan terjadi apa-apa pada Tetuka. Bahkan, putranya kelak akan menjadi kesatria tangguh dan anak anung anindita, yang dapat membanggakan orangtua.
KAWAH CANDRADIMUKA
Selanjutnya Narada terbang menggendong Tetuka dan dihadapkan kepada Sekipu. Ia mengatakan Kala Pracona bisa memperistri Supraba bila bisa membunuh bayi yang dibawa. Buta itu menolak karena lawannya bayi yang tidak tahu apa-apa.
Narada lalu berdiskusi dengan Bathara Guru. Karena lawan yang dihadapi sangat ampuh, Tetuka harus dijedi (digembleng) terlebih dulu dengan cara dicemplungkan ke Kawah Candradimuka. Semua dewa menyertai dengan memasukkan pusaka mereka.
Keajaiban kembali terjadi. Tetuka tidak terbakar, tapi malah menjelma menjadi taruna gagah perkasa. Tubuhnya sangat kuat, ibaratnya berotot kawat bertulang besi. Keelokan lainnya, bisa terbang setinggi langit dan melesat bagaikan kilat.
Bathara Guru bangga kepada Tetuka. Pemuda itu sesempurnakan kesaktiannya dengan diberikan aneka pusaka, di antaranya tidak kepanasan oleh sinar matahari, tidak bisa kehujanan, tahan badai topan, dan tidak bisa tersambar petir.
Berkat semua kesaktiannya itu, Bathara Guru memberikan nama Gatotkaca yang maknanya seluruh tubuhnya berupa pusaka. Ia lalu diperintah menyingkirkan Sekipu dan Kala Pracona yang merusak tatanan dengan menginginkan bidadari lewat kekerasan.
Tidak perlu waktu lama, Sekipu mati dengan cara digigit. Narada yang mengetahui sepak terjang Gatotkaca menasihati. Kesatria tak boleh menggigit. Sebagai cucu mendiang Prabu Tremboko, raja raksasa Pringgondani, Tetuka memang bertaring.
Kematian Sekipu membuat Kala Pracona murka dan mengamuk. Namun, raksasa itu akhirnya menggelepar setelah lehernya dipelintir oleh Gatotkaca hingga kepalanya pisah dengan tubuh. Tewasnya dua raksasa itu membuat Kahyangan kembali tenteram.
Setelah itu, Bathara Guru menjelaskan tentang jati diri Gatotkaca bahwa ia merupakan kesatria putra Werkudara-Arimbi. Oleh karena itu, diperintahkan untuk segera turun ke marcapada (Amarta) menjalankan pengabdiannya sebagai kesatria.
Sekembalinya dari Kahyangan, Gatotkaca masih menggembleng diri menambah ilmu dan kesaktian. Di antaranya ia memiliki aji Narantaka dan Brajamusti. Kedua ajian itu bila diwateg (digunakan), apa pun yang dipukul hancur menjadi debu.
PEMUDA ANDAL
Singkat cerita, Gatotkaca dikenal sebagai kesatria unggul dan tangguh serta tidak pernah mengeluh atau mundur atas tugas dan tanggung jawab. Selain menjadi raja di kerajaan warisan kakeknya, ia juga menjadi benteng dan Senapati Amarta.
Gatotkaca menjadi simbol kekuatan, keberanian, dan pengorbanan. Pemuda yang menjadi tulang punggung negara. Pribadinya perpaduan yang sempurna antara watak dan mental yang sehat dengan fisik yang tangguh dan kuat.
Semua keistimewaan pada diri Gatotkaca ialah buah penggulawentahannya sejak dini. Digembleng sejak bayi dengan cara-cara yang luar biasa. Inilah poin yang bisa diambil dari Gatotkaca, pemuda yang andal menghadapi setiap tantangan. (M-3)

10 hours ago
6





















:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5379583/original/008279300_1760351169-Artboard_1_copy.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5378189/original/057508300_1760218015-AP25284765147801__1_.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5348124/original/066186800_1757768591-persebaya.jpg)


:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5367784/original/099774300_1759313808-Sherhan-Kalmurza.jpg)


:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5377650/original/070250500_1760140104-AP25283706908321.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5277047/original/083807100_1751975773-Sakit_mag.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5325476/original/093684600_1755998966-MPL_ID_S16_01.jpg)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5369643/original/010833600_1759476021-IMG-20251003-WA0016.jpg)


![[Kolom Pakar] Prof Tjandra Yoga Aditama: Wamenkes Baru dan Eliminasi Tuberkulosis](https://cdn1-production-images-kly.akamaized.net/y0KuB7erhDJ6TbtDuKZCqONsZYw=/1200x675/smart/filters:quality(75):strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5376817/original/095760700_1760054336-WhatsApp_Image_2025-10-09_at_4.52.47_PM.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5376773/original/003374000_1760018952-yaniv-knobel-UvkIx6DMTMk-unsplash.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4975262/original/049835800_1729563717-trombosit-adalah.jpg)

English (US) ·