
Perusahaan jasa keuangan asal Amerika Serikat (AS), JP Morgan, memprediksi perekonomian Indonesia sepanjang tahun 2025 tetap menjanjikan, terutama terlihat dari struktur Rancangan APBN (RAPBN) 2026 yang optimistis dan pelonggaran kebijakan moneter.
CEO & Senior Country Officer JP Morgan Indonesia, Gioshia Ralie, menilai RAPBN 2026 dapat menjaga keseimbangan antara disiplin fiskal, pendanaan program strategis pemerintah, investasi jangka panjang, dan kebutuhan jangka pendek untuk mendorong konsumsi masyarakat.
Hal ini tercermin dari perkiraan pertumbuhan PDB 2026 sebesar 5,4 persen, naik dibandingkan 4,7-5,0 persen dalam outlook 2025, kemudian perkiraan pendapatan fiskal yang menunjukkan pertumbuhan tahunan sebesar 9,8 persen, dibandingkan dengan 0,5 persen tahunan dalam outlook 2025.
“Prospek ekonomi Indonesia untuk sisa tahun 2025 tetap menjanjikan, didorong oleh stimulus fiskal, perjanjian perdagangan, dan pelonggaran kebijakan moneter yang membuka jalan bagi pertumbuhan berkelanjutan," jelasnya melalui keterangan resmi, Minggu (7/9).
Gioshia juga menyebutkan, valuasi pasar yang menarik dan kebijakan strategis juga memberi prospek cerah pada sektor-sektor tertentu seperti barang konsumsi, properti, dan perbankan.
Selain itu, pemerintah juga menurunkan defisit fiskal diperkirakan menjadi 2,48 persen dari PDB pada 2026, turun dibandingkan dengan 2,78 persen pada tahun 2025.
JP Morgan menyoroti total anggaran dan cadangan untuk program Makanan Bergizi Gratis (MBG) pada 2026 sebesar Rp 335 triliun atau 1,3 persen dari PDB, serta Rp 83 triliun dialokasikan untuk program koperasi desa Merah Putih. Dana tersebut akan disetorkan kepada bank-bank BUMN dan akan disalurkan dalam bentuk fasilitas kredit.
Selanjutnya potensi dukungan terhadap konsumsi masyarakat dengan peningkatan anggaran subsidi sebesar 11 persen, yang didorong terutama oleh kenaikan sekitar 17 persen dalam subsidi LPG dan listrik, sementara subsidi minyak bakar dan non-energi relatif stabil.
Di sisi lain, JP Morgan memperkirakan prospek yang lebih cerah pada semester II 2025, seiring telah selesainya program efisiensi anggaran senilai USD 20 miliar pada paruh pertama tahun ini, dengan rencana tambahan pengeluaran pemerintah dan program stimulus yang siap diluncurkan.
Gioshia juga memandang paket stimulus senilai Rp 24 triliun yang diumumkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 2 Juni 2025 untuk mendongkrak ekonomi seharusnya disambut baik oleh investor.
Dengan begitu, pertumbuhan pengeluaran fiskal untuk tahun berjalan (ytd) mencatat kenaikan secara tahunan (yoy) untuk pertama kalinya pada Juni. Pengeluaran semester I 2025 hanya mencapai 40 persen dari outlook APBN 2025, mengindikasikan percepatan pengeluaran pada paruh kedua dan berpotensi menopang pertumbuhan.
"Diharapkan akan ada lebih banyak paket stimulus dalam tiga hingga enam bulan ke depan.," kata Gioshia.

Prospek Pemotongan Suku Bunga
Setelah pemotongan suku bunga oleh Bank Indonesia (BI) menjadi 5 persen, JP Morgan memperkirakan ada ruang untuk tiga kali pemotongan tambahan sebesar 25 basis poin hingga akhir tahun, menjadi 4,25 persen.
"Pemotongan suku bunga terbaru menandakan kebijakan moneter yang lebih akomodatif (dovish), yang berpotensi meredam dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi," ujar Gioshia.
Meskipun dinamika pertumbuhan dan inflasi melemah, lanjut dia, kemampuan BI untuk memperpanjang siklus pemotongan suku bunga tetap bergantung pada stabilitas valuta asing.
Kesepakatan Dagang dengan AS
JP Morgan juga menilai kesepakatan dagang dengan AS dapat memberi sentimen positif jangka pendek bagi pasar, karena tarif headline 19 persen lebih rendah daripada usulan awal 32 persen. Indonesia menjadi negara ASEAN kedua setelah Vietnam yang mencapai kesepakatan dagang dengan AS.
"Risiko ketidakpastian perdagangan Indonesia-AS berkurang, sehingga sebagian arus keluar dari pasar saham Indonesia berpotensi masuk kembali," jelas Gioshia.
Meski demikian, dari sisi kinerja pasar saham secara keseluruhan, hasil laporan kinerja kuartal II 2025 mengkonfirmasi kelemahan yang telah diperkirakan, yang telah tercermin dalam harga pasar.
Pelonggaran suku bunga dapat memicu revaluasi pasar ekuitas Indonesia, yang saat ini diperdagangkan pada valuasi menarik sebesar 12x P/E.
"Kami juga memperkirakan arus dana asing akan kembali meningkat apabila tekanan eksternal maupun internal membaik," pungkasnya.