Orang awam mungkin melihat anggar sebagai olahraga yang penuh keindahan: gerakan yang cepat, strategi yang tajam, dan ketenangan di bawah tekanan. Namun bagi saya, anggar jauh lebih dari sekadar adu kecepatan dan keahlian. Ia adalah perjalanan jiwa yang mengajarkan saya untuk menerima, memahami, dan tumbuh menjadi lebih dewasa.
Setiap kali saya mengenakan topeng, memegang senjata, dan berdiri di atas lapangan, saya menyadari bahwa lawan terberat bukanlah atlet yang berada di depan, melainkan rasa takut, keraguan, dan ego yang ada di dalam diri saya sendiri.
Saya mulai terlibat dalam anggar melalui kegiatan ekstrakurikuler di sekolah dasar. Awalnya saya tidak tahu apa-apa tentang olahraga ini, tetapi seiring berjalannya waktu, saya merasa nyaman di sana. Bunyi benturan bilah senjata, langkah maju-mundur yang teratur, dan kedamaian sebelum serangan dimulai memberikan kesan yang unik.
Namun, perjalanan ini tidak selalu mulus. Ada satu pertandingan yang masih saya ingat dengan jelas bukan karena saya menang, melainkan karena saya kalah. Hari itu, suasana tempat pertandingan terasa lebih dingin dari biasanya. Saat nama saya dipanggil, saya menarik napas panjang dan melangkah ke arena. Dalam hati, saya bertekad: “Latihan yang saya lakukan selama ini tidak boleh sia-sia. Saya harus menang dan membuktikannya.”
Namun yang terjadi justru sebaliknya. Setiap serangan saya dengan mudah dikenali oleh lawan, setiap serangan saya dengan cepat ditangkis. Lawan saya tidak hanya lebih cepat, tetapi jauh lebih tenang. Sementara itu, saya perlahan-lahan kehilangan fokus karena terus tertinggal skor. Hasil akhir menunjukkan bahwa saya kalah.
Saat wasit memberikan tanda bersalaman untuk menandai akhir pertandingan, dunia seolah berhenti sebentar. Suara penonton terasa jauh. Saya melepas topeng, mendekati lawan, memberi selamat dan tersenyum mencoba menerima kenyataan bahwa hari itu saya kalah.
Kekalahan itu sangat menyakitkan. Bukan hanya karena saya gagal meraih hasil yang diinginkan, melainkan karena saya merasa kecewa pada diri sendiri, padahal sudah berlatih selama berbulan-bulan.
Dalam perjalanan pulang, pikiran saya dipenuhi emosi dan rasa kecewa. Maka saya teringat akan pemikiran Stoisisme, terutama dari Marcus Aurelius dalam bukunya Meditations. Dalam buku itu, ada kalimat yang tertulis, “Kita tidak bisa mengendalikan apa yang terjadi, tetapi kita selalu bisa mengendalikan bagaimana kita menanggapi itu.”
Kalimat itu sederhana, tetapi mengenai inti dari permasalahan saya. Saya menyadari bahwa saya tidak bisa mengulang pertandingan itu atau mengubah hasilnya. Namun saya punya pilihan: apakah saya akan berhenti, atau bangkit dan belajar.
Dari filsafat Stoik, saya belajar bahwa kekalahan bukan musuh, melainkan bagian yang tidak terpisah dari latihan mental seorang atlet. Epictetus pernah berkata, “Yang bisa kita kuasai hanyalah tindakan kita sendiri, bukan penilaian orang lain atau hasil akhirnya.” Hal ini mendorong saya untuk bertanya pada diri sendiri: “Apakah saya berlatih hanya untuk memenangkan medali? Atau untuk menjadi versi terbaik dari diri saya sendiri?”
Pertanyaan itu membawa saya pada pemahaman baru tentang filsafat Yunani kuno, yaitu konsep arete: keunggulan, atau menjadi sebaik mungkin sesuai kemampuan diri. Aristoteles—dalam Nicomachean Ethics menulis bahwa kebiasaan yang baik tidak muncul secara tiba-tiba, melainkan melalui kebiasaan, latihan, dan pengulangan yang terus-menerus.

3 hours ago
1





















:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5379583/original/008279300_1760351169-Artboard_1_copy.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5378189/original/057508300_1760218015-AP25284765147801__1_.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5348124/original/066186800_1757768591-persebaya.jpg)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5367784/original/099774300_1759313808-Sherhan-Kalmurza.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5377650/original/070250500_1760140104-AP25283706908321.jpg)




:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3452055/original/098840500_1620463632-1_000_PAR2003102509358.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5377474/original/052829700_1760096933-20251009_150527.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5390645/original/096170700_1761286290-ClipDown.com_563926211_18540188731051578_2003092661723966897_n.jpg)


:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5393101/original/089772000_1761542167-Barcelona_s_Ferran_Torres_grabs_the_ball_as_Real_Madrid.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5376682/original/098147400_1760012851-20251009_144834.jpg)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3541805/original/050823500_1629106120-Liga_1_-_Ilustrasi_Logo_PSM_Makassar_BRI_Liga_1.jpg)
English (US) ·