
ARMADA Sumud Global melaporkan dugaan serangan drone kedua terhadap salah satu kapalnya saat bersiap meninggalkan Tunisia menuju Gaza.
"Satu kapal lagi terkena serangan pesawat tak berawak. Tidak ada laporan korban luka. Kabar terbaru akan segera menyusul," tulis armada tersebut di Instagram, Selasa (9/9).
Aktivis Leila Hegazy menyampaikan bahwa kapal Alma menjadi target saat dirinya berganti shift.
"Ini adalah serangan pesawat tak berawak kedua terhadap salah satu kapal," ujarnya seperti dikutip TRT World Rabu (10/9).
"Kami harap ini bukan kejadian yang terjadi setiap malam, karena mereka sedang asyik bermain-main," tambahnya.
Seorang aktivis lain yang menyaksikan langsung kejadian itu mengatakan drone terbang sangat rendah.
"Kami melihat pesawat tak berawak secara harfiah tepat di atas, mungkin 6 meter, sebelum menyebabkan kebakaran. Kami membunyikan alarm. Kami berteriak. Kami telah menyiapkan selang, dan pesawat itu padam dalam waktu dua menit," ungkapnya.
Pemeriksaan awal menunjukkan tidak ada kerusakan struktural besar, dan seluruh awak kapal dalam kondisi selamat.
Ancaman bagi Misi Bantuan
Seorang aktivis menegaskan serangan ini bukan kebetulan.
"Dua malam berturut-turut. Ini bukan kebetulan. Ini bukan kecelakaan. Ini ancaman bagi misi, dan ini ancaman serius yang kami tanggapi dengan sangat serius," katanya.
Dia menyebut serangan tersebut sebagai taktik intimidasi yang jelas untuk menakut-nakuti peserta.
"Kami tidak akan gentar," tegasnya.
Sebelumnya, armada melaporkan kapal utamanya, Kapal Keluarga, juga diserang drone di lepas pantai Tunisia.
Misi Kemanusiaan Tantang Blokade
Armada Sumud Global, dinamai dari kata Arab yang berarti keteguhan, terdiri atas lebih dari 50 kapal yang membawa aktivis, jurnalis, hingga tenaga medis dari berbagai negara. Sekitar 150 orang dari Tunisia, Turki, Eropa, Afrika dan Asia ikut serta dalam misi ini.
Konvoi berangkat dari Barcelona pada akhir Agustus, bergabung dengan kelompok lain dari Genoa, Italia dan dijadwalkan meninggalkan Tunisia pada Rabu menuju Gaza.
Tujuannya adalah menantang blokade Israel sekaligus menyalurkan bantuan kemanusiaan ke wilayah tersebut.
Krisis Kemanusiaan di Gaza
Menurut laporan Klasifikasi Fase Keamanan Pangan Terpadu (IPC) yang didukung PBB, kelaparan telah melanda Gaza utara sejak 22 Agustus dan berisiko menyebar lebih luas jika blokade berlanjut.
Sejak Oktober 2023, Israel telah menewaskan hampir 65.000 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak, serta menghancurkan sebagian besar infrastruktur Gaza. Hampir seluruh penduduk wilayah itu kini terusir dari rumahnya.
November lalu, Mahkamah Pidana Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya, Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. (TRT World/I-3)